ads-unit

Fenomena Gerhana Matahari Cincin

0
http://pcm-pedurungan.blogspot.co.id/. Tahukah kalian kejadian/ fenomena unik apa yang terjadi pada Kamis Wage, 29 Dzulqa'dah 1437 H atau bertepatan dengan tanggal 1 September 2016 M? Ya benar, sebagai warga Muhammadiyah untuk sebagian besar orang pasti mengetahui fenomena unik ini. Menurut Kalender Hijriyah Muhammadiyah 1437 pada hari itu akan ada fenomena unik yaitu Gerhana Matahari Cincin. Gerhana cincin, terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya. Adapun rincian gerhana sebagai berikut :
~ Gerhana sebagian Mulai : 14:17:50 WIB
~ Gerhana sebagian berakhir : 14:20:37 WIB
~ Tengah Gerhana : 16:06:54 WIB
~ Gerhana Cincin Mulai : 17:53:01 WIB
~ Gerhana Cincin Berakhir : 17:55:54 WIB
Sayang, gerhana tidak melewati wilayah Indonesia. Gerhana Cincin melewati wilayah Samudra Atlantik, Afrika Tengah, Madagaskar, dan Laut India. Sedangkan Gerhana Sebagian melewati wilayah Benua Afrika dan Samudra India.
Mengapa Muhammadiyah mengetahui kejadian unik tersebut? Tahukah kalian dengan metode hisab? Ya, metode yang dipakai oleh Muhammadiyah sebagai pedoman penentuan arah kiblat,
waktu salat dan awal bulan kamariah di lingkungan
Muhammadiyah agar dapat diketahui metodenya secara jelas oleh
warga Muhammadiyah sendiri dan juga oleh warga masyarakat
secara umum. Kata “hisab” berasal dari kata Arab al-hisaab yang secara harfiah berarti perhitungan atau pemeriksaan. Dengan metode Hisab inilah sehingga warga Muhammadiyah mengetahui kejadian gerhana matahari cincin ini meskipun gerhana ini tidak melewati wilayah Indonesia.
Disebutkan dalam QS. Yunus ayat 5 yang berbunyi :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya : "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui."(QS. Yunus: 5)
Ayat di atas merupakan salah satu dalil yang dipakai oleh persyarikatan Muhammadiyah mengapa lebih cenderung memakai ilmu hisab dibandingkan rukyah dalam penentuan kalender hijriyah. Ayat lain juga menyebutkan berkaitan dengan perhitungan matahari dan bulan yaitu QS. Ar Rahman ayat 5 yang berbunyi :
ٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ بِحُسۡبَانٍ۬
Artinya : “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (Ar Rahman: 5).
Lantas mengapa Rosululloh Muhammad SAW tidak memakai ilmu hisab dalam menentukan bulan hijriyah?
Jika dalil di atas adalah hisab lantas mengapa Rasulullah s.a.w menggunakan rukyat?
Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az-Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Maksudnya adalah dalam hal ini yang berlaku adalah kaidah ushul fikih yang mengatakan ‘al-hukmu yadûru ma’a ‘illaitihi wujûdan wa ‘adaman’, dimana saat itu fasilitas yang dimiliki oleh peradaban Islam di Madinah barulah rukyat. Penafsiran ini bisa dihubungkan dengan hadist lain; ‘innâ ummatun ummiyah, lâ naktub wa lâ nahsub’. Perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi s.a.w. adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Rasulullah Saw dalam sebuah hadit mengatakan:
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلا َنَحْسِبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَعَقَدَ الإبْهَامَ فِي الثَّالِثَةِ وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي تَمَامَ الثَّلاَثِيْنَ
“Sesungguhya kami adalah umat yang ummi tidak menulis dan tidak menghitung bulan itu seperti ini, seperti ini dan seperti ini (beliau menggenggam ibu jari pada ketiga kalinya) dan bulan ini seperti ini, seperti ini dan seperti ini (yakni sempurna 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu ‘Umar)

By : Apryanto

About The Author

Hello, I am an web designer/developer from Melbourne, Australia. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium .